Rabu, 09 Agustus 2023

Mangir

Untuk lebih meningkatkan pemahamanmu terhadap struktur novel
sejarah, analisislah dengan memanfaatkan kutipan novel Mangir karya
Pramoedya Ananta Toer berikut ini.


Mangir
Karya Pramoedya Ananta Toer
Di bawah bulan malam ini, tiada setitik pun awan di langit. Dan bulan
telah terbit bersamaan dengan tenggelamnya matari. Dengan cepat ia naik dari
kaki langit, mengunjungi segala dan semua yang tersentuh cahayanya. Juga
hutan, juga laut, juga hewan dan manusia. Langit jernih, bersih, dan terang. Di
atas bumi Jawa lain lagi keadaannya gelisah, resah, seakan-akan manusia tak
membutuhkan ketenteraman lagi.
1. Abad Keenam Belas Masehi
Bahkan juga laut Jawa di bawah bulan purnama sidhi itu gelisah. Ombak￾ombak besar bergulung-gulung memanjang terputus, menggunung, melandai,
mengejajari pesisir pulau Jawa. Setiap puncak ombak dan riak, bahkan juga
busanya yang bertebaran seperti serakan mutiara–semua–dikuningi oleh
cahaya bulan. Angin meniup tenang. Ombak-ombak makin menggila.
Sebuah kapal peronda pantai meluncur dengan kecepatan tinggi dalam
cuaca angin damai itu. Badannya yang panjang langsing, dengan haluan dan
buritan meruncing, timbul-tenggelam di antara ombak-ombak purnama
yang menggila. Layar kemudi di haluan menggelembung membikin lunas
menerjang serong gunung-gunung air itu–serong ke barat laut. Barisan
dayung pada dinding kapal berkayuh berirama seperti kaki-kaki pada ular naga. Layarnya yang terbuat dari pilinan kapas dan benang sutra, mengilat
seperti emas, kuning dan menyilaukan.
Sang Patih berhenti di tengah-tengah pendopo, dekat pada damarsewu,
menegur, “Dingin-dingin begini anakanda datang. Pasti ada sesuatu
keluarbiasaan. Mendekat sini, anakanda.” Dan Patragading berjalan mendekat
dengan lututnya sambil mengangkat sembah, merebahkan diri pada kaki Sang
Patih. “Ampuni patik, membangunkan Paduka pada malam buta begini Kabar
duka, Paduka. Balatentara Demak di bawah Adipati Kudus memasuki Jepara
tanpa diduga-duga, menyalahi aturan perang.”
”Allah Dewa Batara!” sahut Sang Patih. ”Itu bukan aturan raja-raja! Itu
aturan brandal!”
”Balatentara Tuban tak sempat dikerahkan, Paduka.”
”Bagaimana Bupati Jepara?”
”Tewas enggan menyerah Paduka,” Patragading mengangkat sembah. ”Sisa
balatentara Tuban mundur ke timur kota. Jepara penuh dengan balatentara
Demak. Lebih dari tiga ribu orang.”
”Begitulah kata warta,” Pada meneruskan dengan hati-hati matanya tertuju
pada Boris. ”Semua bangunan batu di atas wilayah Kota, gapura, arca, pagoda,
kuil, candi, akan dibongkar. Setiap batu berukir telah dijatuhi hukum buang ke
laut! Tinggal hanya pengumumannya.”
”Disambar petirlah dia!” Boris meraung, seakan batu-batu itu bagian
dari dirinya sendiri. ”Dia hendak cekik semua pernahat dan semua dewa di
kahyangan. Dikutuk dia oleh Batara Kala!” Tiba-tiba suaranya turun mengiba￾iba: ”Apa lagi artinya pengabdian? Aku pergi! Jangan dicari. Tak perlu dicari!”
Meraung.
Ia lari keluar ruangan, langsung menuju ke pelataran depan. Diangkatnya
tangga dan dengannya melangkahi pagar papan kayu. Dari balik pagar orang
berseru-seru, ”Lari dari asrama! Lari!”
Mula-mula pertikaian berkisar pada kelakuan Trenggono yang begitu
sampai hati membunuh abangnya sendiri, kemudian diperkuat oleh sikapnya
yang polos terhadap peristiwa Pakuan. Mengapa Sultan tak juga menyatakan
sikap menentang usaha Portugis yang sudah mulai melakukan perdagangan
ke Jawa? Sikap itu semakin ditunggu semakin tak datang. Para musafir yang
sudah tak dapat menahan hati lagi telah bermusyawarah dan membentuk
utusan untuk menghadap Sultan. Mereka ditolak dengan alasan: apa yang
terjadi di Pajajaran tak punya sangkut paut dengan Demak dan musafir.
Jawaban itu mengecewakan para musafir. Bila demikian, mereka
menganggap, sudah tak ada perlunya lagi para musafir mengagungkan Demak
karena keagungannya memang sudah tak ada lagi. Apa gunanya armada
besar peninggalan Unus, yang telah dua tahun disiapkan kalau bukan untuk
mengusir Portugis dan dengan demikian terjamin dan melindungi Demak
sebagai negeri Islam pertama-tama di Jawa? Masuknya Peranggi ke Jawa
berarti ancaman langsung terhadap Islam. Kalau Trenggono tetap tak punya
sikap, jelas dia tak punya sesuatu urusan dengan Islam.
...
Orang menarik kesimpulan dari perkembangan terakhir: antara anak
dan ibu takkan ada perdamaian lagi. Dan pertanyaan kemudian yang timbul:
Adakah Sultan akan mengambil tindakan terhadap ibunya sendiri sebagaimana
ia telah melakukannya terhadap abang-kandungnya.
Pangeran Seda Lepen? Orang menunggu dan menunggu dengan perasaan
prihatin terhadap keselamatan wanita tua itu. Sultan Trenggono tak mengambil
sesuatu tindakan terhadap ibunya. Ia makin keranjingan membangun pasukan
daratnya. Hampir setiap hari orang dapat melihat ia berada di tengah-tengah
pasukan kuda kebanggaannya, baik dalam latihan, sodor, maupun ketangkasan
berpacu samba memainkan pedang menghajar boneka yang digantungkan
pada sepotong kayu. Ia sendiri ikut dalam latihan-latihan ini.
Dan dalam salah satu kesempatan semacam ini pernah ia berkata secara
terbuka, ”Tak ada yang lebih ampuh daripada pasukan kuda. Lihat, kawula
kami semua!” Dan para perwira pasukan kuda pada berdatangan dan
merubungnya, semua di atas kuda masing-masing.
”Pada suatu kali, kaki kuda Demak akan mengepulkan debu di seluruh
bumi Jawa. Bila debunya jatuh kembali ke bumi, ingat-ingat para kawula, akan
kalian lihat, takkan ada satu tapak kaki orang Peranggi pun tampak. Juga tapak￾tapaknya di Blambangan dan Pajajaran akan musnah lenyap tertutup oleh debu
kuda kalian.” Seluruh Tuban kembali dalam ketenangan dan kedamaian–kota
dan pedalaman. Sang Patih Tuban mendiang telah digantikan oleh Kala Cuwil,
pemimpin pasukan gajah. Nama barunya: Wirabumi. Panggilannya yang
lengkap: Gusti Patih Tuban Kala Cuwil Sang Wirabumi. Dan sebagai patih ia
masih tetap memimpin pasukan gajah, maka Kala Cuwil tak juga terhapus
dalam sebutan. Pasar kota dan pasar bandar ramai kembali seperti sediakala.
Lalu lintas laut, kecuali dengan Atas Angin, pulih kembali. Sang Adipati telah
menjatuhkan titah: kapal-kapal Tuban mendapat perkenan untuk berlabuh

dan berdagang di Malaka ataupun Pasai. 




Referensi buku Bahasa Indonesia kemendikbudristek 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berharap Tol lewat di Jember, bisakah?

  Jalan tol trans jawa yang menghubungkan ujung barat jawa hingga ujung timur jawa akan segera terealisasi. Hingga kini pembangunannya sudah...